Assalamualaikum
Saya seorang siswi yang sering menggunakan hari-hari untuk besama pacar saya (sebut saja fulan). Kemana-mana kami selalu bersama. Dimana saya ada fulan pun selalu ada. Kalo orang bilang kami couple banget. Pacar saya itu baik, dia selalu bisa mengerti saya, dia mau menuruti segala kemauan saya, tetapi dia manja, dan mudah tersinggung. Yah namanya juga manusia.. Demikian dengan saya. Emosional, manja (nahlo, manja + manja=???) dan saya jarang mengerti dia.
Ketika itu saya sudah mengetahui memang tentang hukum pacaran dalam Islam. Namun belum merasuk dan belum tertanam di benak saya untuk ‘tidak pacaran’. Saya masih menyepelekannya. Saya masih bodoh, saya menganggap pacaran itu hal kecil yang apabila saling bersentuhan saling bertatapan dosanya itu bisa dihapus hanya dengan menggunakan air wudhu. Karena dosa kecil itu dapat terhapus dengan air wudhu.
Namun wow.. saya salah besar. Allah S.W.T tidak dapat ditipu. Ya memang dosa tersebut terhapus. Namun ternyata ada dosa tersendiri lagi yaitu, dosa karena mempermainkan hukum Allah. Mengapa demikian? ya karena Dosa itu saya lakukan dengan sengaja. Kalo orang bilang sih tobat sambel yang cuman sesaat. Hari ini enggak, tetapi besok seperti itu lagi. :D
Dari situ saya berfikir, merenung, dan terus berfikir. Akhirnya kata-kata
"tidak ada istilah pacaran dalam islam sebelum mengucapkan akad" itu merasuk ke hati saya. Saya bertaubat, saya menyadari kesalahan-kesalahan yang telah lalu (Semoga Allah S.W.T mengampuni kami). Saya menangis dalam doa, merasa malu sungguh sangat malu. Karena saya ini adalah seseorang yang tidak tahu diri terhadap Tuhannya. Tidak mensyukuri nikmat Tuhannya. Naudzubillah min dzalik..
Terlebih lagi ketika saya mengenal seseorang (sebut saja akhi) yang saya anggap bisa saya jadikan sebagai motivator untuk menguatkan keinginan saya tersebut. Mengapa demikian? Karena Akhi ini saya bilang fanatik, kuat agamanya imannya teguh, Ia ramah terhadap siapapun. Dan Ia selalu menasihati saya untuk tidak zuhud, namun harus mengutamakan Allah dan Rasulullah.
Selepas dari beban itu, saya bersyukur karena Allah masih membuka hati saya. Allah masih memberi Hidayah-Nya. Namun satu lagi masalah yang harus saya hadapi. Bagaimana dengan Fulan? Apakah dia akan bisa mengerti? Apakah dia akan bisa menerima komitment hidup saya yang baru untuk ‘tidak berpacaran’? Bagaimana saya harus menjelaskannya? Bagaimana saya bisa membuat ia mengerti? Ya Allah,,,, berilah hambamu ini jalan keluar yang mudah untuk ditempuh. Bukakanlah hatinya agar bisa mengerti keadaanku kini. Ya Allah sesungguhnya engkau adalah sebaik-baik Dzat yang mengetahui kegelisahan hati hamba-hambanya..
Lalu kemudian saya coba untuk berbicara dengan Fulan. Dan ternyata apa yang saya pikir benar. Dia memang belum bisa menerima karena ia belum bisa mengerti. Yah okelah, saya maklumi karena itu tadi saya pernah mengalami hal yang serupa. Mengetahui tentang hukumnya, namun belum merasuk ke dalam hati saya.
Masa-masa penyesuaian itu memang berat. Entah Fulan memandang saya seperti apa. Saya tahu ia sakit hati karena keputusan itu. Mungkin ia beranggapan lain. Mungkin ia beranggapan, saya memutuskan hubungan kami karena ada seseorang yang dekat dengan saya (Akhi). Dan mungkin ia beranggapan bahwa saya sudah tidak menyayanginya. (whatever you are) :D
Ingin saya menuliskan surat untuk Fulan ‘Ya Fulan, andaikan engkau tahu. Saya melakukan itu semua semata-mata hanya karena Allah Ta’ala. Bukan karena kehadiran akhi atau tidak cinta lagi. Ya Fulan, seandainya engkau berada di posisiku sekarang. Engkau pasti merasakan hal yang sama. Kebingungan dan rasa bersalah selalu ada saat ini. Ya Fulan, andaikan kita jodoh mau kemanapun aku jauh darimu, aku pasti menjadi halal untukmu. Ya Fulan, aku sungguh berharap pengertianmu.’ Namun cukup saja aku lampirkan dalam tuisanku ini.
Oh iya saya ingat satu perkataan dari akhi ‘Bila suka dengan seseorangn jangan terlalu, nantinya kalau ditinggal menyesalnya bukan main. Bila benci dengan seseorang jangan terlalu, nanti sukanya bukan main’. Dan satu nasihat yang selalu ia katakan ‘renungilah lalu kerjakan, dan pikirkanlah lalukatakan’.
Kali kedua saya berbicara lagi mengenai hal ini kepada Fulan. Ia sudah agak mengerti namun ia menagih janji. Saya bingung, janji apa? Apa yang saya ucapkan kepadanya?... ternyata waktu itu saya pernah berkata kepadanya “Apabila kamu mau, tunggu aku 9 tahun mendatang”. Ia menganggap ucapan itu adalah janji. Ya Allah, apa yang harus hamba perbuat? Hamba bingung. Ya Allah sesungguhnya engkau adalah sebaik-baik Dzat yang mengetahui kegelisahan hati hamba-hambanya..
Saya masih terlarut dalam masalah tersebut. Sesendukan saya menangis di pelukan ibu. Ibu tahu masalah saya (
itulah enaknya bila kita bisa terbuka dan jujur kepada ibu). Ia hanya berkata padaku satu kalimat namun begitu mempengaruhi hatiku. Ia bilang ‘Menangislah apabila itu dapat sedikit meringankan bebanmu’ ... Mendengar kata-kata itu sungguh hati saya menjadi tenang. Ibu juga berkata kepada saya ‘masalah itu tidak usah terlalu dipikirkan’ Ya ibu benar. Urusan saya masih banyak yang lain.
Seiring berjalannya waktu, saya mencoba mencari kesibukan tanpa memikirkan Fulan. Saya menekuni bisnis yang sedang saya jalani. Dan saya juga menyibukkan diri dengan belajar karena memang sedang ujian. Alhamdulillah dengan kesibukkan tersebut, saya kini tidak terlalu memikirkan masalah dengan Fulan. Dan Alhamdulillah kini Fulan sudah bisa mengerti dan menerima, walaupun kini masih dalam proses penyesuaian. Tapi saya bahagia, karena Fulan sedikit demi sedikit sudah mulai bisa bahagia tanpa saya. Tapi yang saya rasa kami justru semakin jauh. Bagus ia menganggap saya sebagai sahabatnya, tetapi seorang sahabat itu tidak terus menjauh...
---------------------------------------------
Terima kasih saya ucapkan kepada Allah S.W.T yang telah memeberikan jalan hidup yang begitu indah untuk saya, membawa saya menuju kedewasaan akan masalah tersebut, dan masih banyak hal yang Allah S.W.T berikan kepada saya yang tak mungkin bisa saya sebutkan satu peratu. Terima kasih untuk Ibuku tercinta yang selalu mau menodorkn bahunya untuk tempatku menangis, yang tak ada batas sabarnya menghadapi sikapku, dsb. Terima kasih untuk Fulan yang telah bisa mengerti akan mauku, walau mungkin susah untuk ku terima. Terima kasih untuk Akhi dan sahabat-sahabatku yang selalu mendukungku untuk dapat hijrah, dan membangun motivasi hidupku.. Terima Kasih Banyak...
Dari pengalaman saya ini, saya mendapat pelajaran:
· Jangan suka menyepelekan hal-hal kecil.
· Kita sebagai manusia harus hati-hati dengan janji. Karena janji harus dipertanggungjawabkan kelak di akhirat.
· Terbuka dan jujur kepada orang tua itu akan mempermudah masalah kita... Habluminannas
· Dalam memberikan pengertian akan suatu hal kepada seseorang itu haruslah lemah lembut dan penuh dengan kesabaran.
· Bila kagum dengan seseorang jangan terlalu hhe
Wassalamualaikum Wr.Wb.
11 Maret 2011
10:50 Pagi
By : Rachma Syafitri