30 June 2011

Sebuah Ketegasan

           Terima kasih Ya Allah.. Engkau telah memberiku sebuah jawaban tentang semua ini.. Engkau memberi sebuah ketegasan kepadaku.. belum saatnya aku menuai cinta.. Ia tahu aku mempunyai suatu harapan padanya.. Namun ia tak ingin membuatku kecewa.. Ia tak mau aku berharap terlalu tinggi padanya.. Ia takut apabila Ia menghancurkan harapanku yang  terlanjur tinggi.. 

          Aku pernah bertanya kepadanya tentang kebiasaan seorang ikhwan.. “Apa benar seorang ikhwan itu suka mengirimkan pesan singkat, miscall untuk membangunkan Qiamul lail, dan mengucapkan selamat hari lahir kepada banyak akhwat?”. Ia menjawab “Ya, tetapi tidak denganku”.

          Dari situ ia mulai menjauh.. ia tak membalas pesan-pesanku.. dan dapat kusimpulkan.. Ia tak mau melukai hatiku apabila apa yang dipikiranku (Semua kebiasaan itu bukanlah untukku) itu benar.. Ia hanya takut diriku kecewa.. Tapi percayalah aku sungguh   beruntung bisa menjadi adik bagimu.. :)

03 June 2011

Kutipan Cerpen

        Itu berkaitan dengan harga diri seseorang memang harus menghadapimu dengan martabat dan harga diri supaya kamu tidak menganggapnya sampah. Apalagi mencintai dan dicintai adalah masalah bagiku. Karena apapun yang kau dapat harus selalu kau bayar, baik secara tunai ataupun kredit. Dunia ini persis pasar, ya kan? Apapun harus ada transaksi yang jelas. Kalau tidak kamu menjadi pencuri. Hukuman bagi pencuri itu sudah jelas. Jika ada empat orang saksi, kamu sudah pantas tidak memiliki tangan lagi. Tapi sampai saat ini aku belum juga pantas untuk seseorang yang mencuri kepolosan hati.

        Setelah bertemu denganmu aku tidak polos lagi, tapi aku tidak bisa menuduhmu mencuri. Tidak ada bukti. Hanya Tuhan saja yang tahu bagaimana kamu menarik hatiku hingga aku tidak memilikinya lagi.
Orang yang tidak memiliki hati tentu dia bukan manusia lagi. Tapi, entahlah. Setelah hatiku kau curi, aku malah lebih manusiawi.

Aku sedang membangun mimpi megenai suatu negri ketika kamu datang.

Sumber : Cerpen “Sebenarnya Aku Mencintaimu Hanya Saja Aku Tidak Mengatakannya”

Ikhwan Itu

Belakangan ini aku agak merasa berbeda dengan kehadiran seorang ikhwan. Sangat mengganggu pikiranku. Namun di satu sisi bisa begitu membahagiakanku. Sejak semester lalu kami mulai dekat. Namun lewat jalur yang berbeda. Tidak seperti sebelum-sebelumnya, face to face. Teyapi sejak kedekatan itu setiap kali ingin berbicara hanya via short messages.


Aku merasa ia berbeda dengan yang lain. Tak mudah baginya untukmembuka diri dengan seorang akhwat. Namun yang aku rasa, ia bisaterbuka terhadapku. Bahkan ia memberikan perhatiannya kepadaku. Terlebih ketia ia mulai memanggilku dengan panggilan-panggilan yang “make me fly”.


Namun hal-hal itu lah yang membuatku takut. Aku tahu ia bisa menjaga hatinya. Namun bagaimana dengan aku? Apakah ia pernah berpikir tentang ketakutanku ini? Ya Allah apabila aku jatuh cinta, jagalah hatiku padanya. Dan jadikanlah itu sebagai hal yang dapat selalu mengingatkanku akan cinta hakiki-Mu.


Pernah sesekali aku berharap bahwa kelak ialah yang akan menjadi pendamping hidupku. Namun ketika aku sadar kembali, perjalanan hidupku masih panjang. Aku masih mempunyai cita-cita yang tinggi.


Aku mempunyai jadwal masa depan. Tak seharusnya aku berpikir sampai ke situ. Boleh saja berharap namun tidak terlalu tinggi. Bahkan aku berpikir akhwat seperti diriku ini tidak ada apa-apanya dibandibgkan dengan akhwat-akhwat yang sering ia jumpai di majlis-majlis ilmu.


Hatiku ringkih, hatiku rapuh, nudah meleleh, mudah membeku, Selalu berubah disetiap keadaan. Ya Allah, Engkaulah Dzat yang mengetahui segala urusan. Engkau Yang Maha tau apa inginku. “Jagalah hati hamba selalu.” Itu yang selalu menjadi doaku di setiap sujudku.

------Ameeeen-----

Tapi bukan Yang Seperti Itu


Hmmmpp... seseorang yang pernah kita kecewakan, apa iya masih mau dekat dengan kita? Apa iya masih menganggap kita itu baik? Apa iya masih ada kepercayaan untuk kita? Apa iya masih mau kita mintai bantuan?


Yang saya rasa, semua jawaban atas pertanyaan itu adalah TIDAK. Mengapa tidak? Ya, tentu saja. Dari pengalaman yang ku ambil, orang itu menjauh dariku. Ia merasa begitu kecewa terhadapku. Tawanya seketika hilang ketika aku lewat di hadapannya dan kemudian tertawa lagi ketika aku sudah berada jauh darinya. Selalu tampak sedih setiap kali berada di dekatku. Meski sering kali ia berkata kepadaku melalui pesan bahwa ia selalu bahagia bila berada di dekatku. Namun bukan itu kenyataan yang ada.

Ia memandangku tidak seperti yang dulu. Berubah pandangannya terhadapku. Hilang kebaikanku di matanya. Namaku tercoreng dalam hatinya. Bahkan mungkin black list. Walau ia selalu berkata bahwa aku selalu baik di matanya. Namun itu bukan kenyataan yang ada.



Ia tak percaya lagi padaku. Biasanya setiap kali ia ada maslah, ia bercerita padaku. Ia meminta pendapatku, bahkan ketika belajar ia memintaku untuk mengajarinya. Tapi sesudah aku mengecewakannya. Ia enggan meminta bantuanku, ia enggan bercerita padaku. Bahkan seperti yang kukatakan tadi, Ia enggan tersenyum padaku. Dan ia lebih mengalihkan itu semua kepada sahabatku.


Di situ hatiku teriris. Aku bagai orang yang tidak dianggapnya. Aku tidak di anggap ada. Ya aku bisa memaklumi apabila saat itu kita saling berjauhan. Tapi kenyataannya, saat itu kita dekat. Kita berada di dalam satu lingkungan yang hampir setiap hari kita bertemu. Sakit rasanya. Terlebih lagi aku adalah seorang wanita. Yang bila hatinya terluka, air mata turut menyertainya.


Dan kejadian akhir-akhir ini yang semakin mempertegas keadaan. Bahwa ia memang tak mengharapkan aku ada di dekatnya, di lingkungannya. Sesekali aku coba menghubunginya untuk meminta tolong. Namun yang kudapat hanya penolakan. Ya oke aku bisa mengerti. namun yang menyakitkan hatiku adalah ketika seseorang yang lain meminta bantuan yang sama di waktu yang sama, ia sanggup menolongnya.


Lagi-lagi aku merasa bersalah. Merasa bahwa aku ini adalah makhluk yang sangat keji terhadap orang. Meskipun aku tampak kuat di hadapan orang-orang. Namun hatiku menangis tiap kali kejadian itu terulang. Karena tidak hanya di satu waktu. tapi terus di waktu-waktu yang lain. Dan sering kali ia memojokkanku. Sehingga aku semakin merasa bersalah.


Ya Allah, Bagaimana caraku agar aku bisa menyambung silaturahmi lagi dengan orang yang pernah aku kecewakan?

Berilah petunjuk-Mu, berilah cahaya Illahi-Mu. Berilah ketenangan hati,